Oleh: Andri Satria Masri, S.E., M.E. *)
Banyak para ahli Ekonomi baik yang Klasik maupun yang Neo menyepakati bahwa semakin tinggi pertumbuhan investasi daerah maka akan meningkatkan sumber-sumber ekonomi, mengurangi pengangguran sehingga memajukan perekonomian dalam jangka panjang. Begitu juga sebaliknya.
Ekosistem investasi memiliki peran dalam mendorong daya saing daerah (penyerapan tenaga kerja). Semakin tinggi pertumbuhan investasi di daerah maka akan meningkatkan sumber-sumber ekonomi dan mereduksi pengangguran melalui penciptaan lapangan kerja. Tercatat realisasi investasi di Indonesia tahun 2021 mencapai Rp. 901,02 triliun. Realiasi ini tercapai 100,1 persen dari target invetasi pada tahun sebelumnya yakni Rp. 900 triliun. Adapun jumlah lapangan kerja baru yang terserap dari realisasi investasi tersebut sebesar 1.207.893 TKI. Dari sisi kontribusi investasi, data BKPM 2021 menunjukkan sebagian besar masih tersebar di Pulau Jawa (52,8 persen) dan di luar Pulau Jawa (47,2 persen). Pembangunan infrastruktur yang massif turun menyumbang tingginya kontribusi investasi di luar Pulau Jawa.
Mari kita coba lihat daerah lain dalam memajukan iklim investasinya dan kaitannya dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Juga ditampilkan daerah dengan kinerja investasi yang rendah sebagai perbandingan.
Data dan informasi di bawah ini dikutip dari buku Laporan Daya Saing Daerah Berkelanjutan (Kajian Pemeringkatan Kabupaten di Indonesia 2022) yang diterbitkan oleh Komite Pemantauan dan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD).
Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa Timur
Kabupaten ini mengalami peningkatan investasi setiap tahun berkat adanya sejumlah kebijakan pro investasi hijau. Beberapa kebijakan yang dilakukan pemda untuk mendorong peningkatan investasi, antara lain: pemetaan, promosi, bisnis matching, investor gathering dan lelang investasi. Efisiensi pelayanan publik melalui cafe pelayanan publik (CPP), digitalisasi dan jemput bola pelayanan turut menyumbang capaian realisasi investasi.
Adapun sektor-sektor yang paling diminati investor di Trenggalek adalah perdagangan, perindustrian, kesehatan obat dan makan, pariwisata dengan masing-masing persentase sebagai berikut (49,81 persen; 35,37 persen; 2,18 persen dan 1,87 persen).
Trenggalek telah berbenah dalam upaya peningkatan kemandirian fiskal daerah. Adapun kebijakan dan inovasi yang dilakukan adalah memberikan relaksasi pajak hotel dan restoran pada masa pandemi dengan SK Bupati Trenggalek Nomor 188.45/330/406.001.3/2020.
Trengalek juga membangun sistem pengelolaan pajak berbasis web yang terpadu dan terintegrasi (E-BPHTB, E-SPTPD, E-SIMPATDA), menambah kanal-kanal pembayaran pajak daerah melalui m-banking, ATM dan Virtual account dll. Kerjasama lintas OPD juga dilakukan, terutama pengawasan fiskal daerah. Adapun OPD yang terlibat dalam kegiatan ini adalah BPN, Satpol PP, Inspektorat, Dinas Parwisata, DPMPTSP, dll.
Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat
Kabupaten ini merupakan daerah dengan kinerja pilar ekonomi berkelanjutan terendah (26,73). Kendala yang dihadapi daerah ini adalah ekosistem investasi kemampuan fiskal daerah yang rendah (skor 6,24), daya dukung ekonomi wilayah rendah (skor 14,05) dan aksesibilitas terhadap infrastruktur ekonomi rendah (26,73). Penurunan capaian realisasi investasi yang berdampak pada rendahnya akses modal kepada koperasi dan UMKM; pandemi covid-19 yang melanda turut melemahkan pertumbuhan ekonomi Sintang.
Imbas dari beragam persoalan tersebut ialah rendahnya capaian pada variabel daya dukung ekonomi wilayah. Selain itu pembangunan infrastruktur ekonomi yang masih lemah (kualitas jalan baik (10,87 persen, rasio elektrifikasi (92,85 persen) di bawah rata-rata nasional (99,45). Namun, pada pilar ini, hanya variabel ketenagakerjaan yang memiliki kinerja tinggi (91,33).
Daerah-daerah yang memiliki peringkat teratas ekosistem investasi adalah Badung-Bali (100), Bandung-Jawa Barat (100), Trenggalek-Jawa Timur (100), Gianyar-Bali (100), Klungkung-Bali (100), Jembarana-Bali (100), dan Tana Tidung-Kalimantan Utara (100).
Kabupaten Badung menjadi salah satu kabupaten dengan capaian realiasi investasi tinggi dengan kinerja DPMPTSP terbaik di tingkat nasional. Terdapat beberapa kebijakan dan kerjasama yang dilakukan pemerintah daerah untuk peningkatan realisasi investasi, di antaranya: 1. Menyediakan regulasi terkait penyelenggaraan penanaman modal (Perda Kab. Badung No 3/2022 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal). 2. Membentuk Mall Pelayanan Publik (MPP) agar pelaku usaha mudah mendapatkan pelayanan, tidak hanya perizinan (one stop service di MPP). 3. Badung telah memiliki RDTR digital di empat (empat) kecamatan, hanya 2 kecamatan yang belum memiliki RDTR. RDTR merupakan pintu awal untuk berinvestasi, ketentuan pada RDTR wajib diikuti para investor (tempat dan jenis investasi di sesuaikan berdasar RDTR). 4. Telah menerapkan layanan perizinan online disamping OSS RBA (aplikasi Laperon). 5. Aplikasi Jelita (Jendela Investasi Kita) sebagai media informasi terkait potensi dan peluang investasi di Badung. Aplikasi ini juga dijadikan sebagai wadah kolaborasi penanaman modal besar dan menengah dengan tujuan saling support, pendampingan dan menggandeng UMK. 6. Pemberian layanan prioritas dan khusus bagi investor di atas 10 miliar rupiah.
Adapun beberapa sektor yang paling diminati investor di Badung adalah sektor pariwisata, perdagangan, kontruksi, telekomunikasi. Sedangkan sektor yang menjadi andalan di Badung adalah parwisata, UMKM dan pertanian.
Selain itu Pemda juga memfasilitasi kemitraan usaha antara pelaku usaha menengah, usaha besar dengan usaha mikro dan kecil. Hal ini pun tertuang dalam Surat Keputusan Bupati Nomor 70/044/HK/2021 Tentang Pembentukan Tim Monitoring dan Panitia Penyelenggara, Penunjukan Narasumber dan Peserta Forum Pemberdayaan Usaha Daerah di Bidang Penanaman Modal pada Sub Kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi Penetapan Pemberian Fasilitas/Intensif Daerah.
Kabupaten yang berada pada peringkat terbawah (skor 0) atau mengalami pertumbuhan investasi negatif) adalah Aceh Selatan (Aceh), Aceh Besar (Aceh), Mandailing Natal (Sumatera Utara), Solok (Sumatera Barat), Langkat (Sumatera Utara), Kampar (Riau), dan Lampung Barat (Lampung).
Beberapa permasalahan investasi yang dikeluhkan investor yakni infrastuktur belum memadai (aksesibilitas listrik yang masih sangat tergantung terhadap Sumatera Utara dan pelabuhan laut yang belum dilengkapi dengan sarana pendukung yang memadai). Selain itu kualitas sumberdaya manusia (karakter penduduk) yang belum memadai.
Robert T. Kiyosaki, penulis buku bestseller "Rich Dad Poor Dad" dalam lanjutan buku keduanya berjudul "The Cashflow Quadrant" menjelaskan bahwa seorang investor sejati ingin mengetahui berapa cepat mereka akan menerima kembali uang mereka. Jadi, investor paling kaya pun punya rasa takut kehilangan uang/modal. Itu yang membuat investor sangat meneliti daerah/lokasi/objek usaha yang akan dipilih sebagai tempat menanamkan modalnya.
Lalu, bagaimana dengan daerah kita, Kab. Padang Pariaman, sudah bisakah disebut Kabupaten Layak Investasi?
*) Sekretaris Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu dan Perindustrian Kabupaten Padang Pariaman